top of page

YANG SERING MEMBUNUH INLANDER

  • Writer: al
    al
  • Sep 18, 2019
  • 4 min read

Updated: Feb 10, 2020


Sering terlintas dalam pikiran, sebenarnya dimana posisi Indonesia sekarang? Seperti apa Indonesia sebenarnya?


Terlalu banyak alasan-alasan untuk dikambing hitamkan atas kemalangan yang terjadi pada negeri ini. Pemerintaha buruk, kita menyalahkan ini karena warisan orba. Bangsa kita tertinggal jauh kita menyalahkan para penjajah terdahulu.


Kita tidak maju seperti negara lain karena kita malas. Banyak yang menganggap menjadi inlander itu adalah nasib. Inlander, sebutan bagi pribumi kelas tiga yang tidak memiliki peranan penting apa-apa. Kelas pertama di isi oleh orang kulit putih, umumnya untuk bangsa barat. Kelas kedua untuk para crazy rich asians,yang kebanyakan berasal dari Asia Timur yang ekonomi dan kebudayaannya lebih maju. Lalu kita Indonesia? akan selalu masuk ke kelas tiga. Dunia ketiga. Yang antri cek bagian imigrasi di negara lain pasti lebih lama urusannya. Saya pun mengalaminya.


Ini adalah kali pertama saya keluar negeri. Melakukan pertukaran pelajar. Pertama kalinya bergaul dalam lingkungan global dari berbagai latar budaya dan bahasa secara harfiah.

Dalam praktiknya, sebenarnya semua dianggap sama. Namun mindset yang terlanjur tertanam di kepala saya adalah bahwa saya memang dari sononya sudah masuk ke kelas 3, terpental dari society. Maka maklum jika orang-orang disini acuh tak acuh dengan apa yang saya bicarkan, tidak seantusias pandangan mata mereka apabila yang berbicara kebetulan keluar dari mulut orang kulit putih atau kulit kuning langsat.


Dan mulanya itu membuat saya membenci negara saya, Indonesia. mengutuk kenapa Indoneia selalu tertinggal dan susah berkembang seperti negara lain. Mengutuk mengapa mata uang rupiah amat sangat murah sehingga membuat siapa saja yang keluar negeri harus lebih struggle dari warga negara lain. Seakan kiriman dari Indonesia tidak cukup meski jumlah yang di keluarkan termasuk dalam angka yang besar. Mengutuk mengapa hidup di negara orang harus menjadi miskin, terlihat miskin, dan menahan lapar. Menyebalkan sekali sudah mendapat kesempatan untuk hidup di negeri orang namun tidak bisa kemana-mana untuk mengunjungi tempat wisata terkenal. Berakhir diam di kamar untuk menghemat. Transport, makan, segalanya.


Mengutuk mengapa fasilitas di negeri kita tidak sebaik dan serapih yang ada di luar. Mengutuk pemerintah yang korup, para politikus yang kotor dengan tipu muslihat. Bahkan pikiran bahwa saya seorang inlander pun membuat saya sempat tidak menyukai kulit yang sawo matang dan mencoba produk pencerah kulit. Yang di jual amat banyak dan mudah didapat dimana-mana ini.

Saya sadar pikiran ini pathetic, tidak pantas untuk di teruskan berlama-lama.

Hingga saya teringat kembali pernah menulis ini.

sebagian masalah pada manusia itu hanya ada di dalam pikirannya sendiri.

Yep. Sesimple itu, maka Allah melarang kita untuk bersu’udzon. Bahwa pikiran buruk yang ada di kepala akan menghambat siapa saja untuk berpikiran jernih, menjadi terbuka. Bahwa nyatanya hal-hal buruk itulah yang terus bermunculan karena kita tanpa sadar sering memanggil negative mindsetitu. Maka penting untuk mengikuti formula simple ini


“Don’t problem the problem before that problem problem you”


Jangan mempermasalahkan masalah sebelum masalah itu mempermasalahkanmu. Dan fakta bahwa kita inlander alias pribumi ini memang tidak bisa di ubah. Tapi mindset kita bisa.

Kita kan memang tidak bisa mengubah seluruh dunia, tapi sangat mungkin untuk mengubah diri kita sendiri, untuk melihat dari sudut pandang yang baru.


Budaya sederhananya adalah suatu hal yang kita miliki jauh sebelum masa penjajahan. Bila kita telisik, nenek moyang kita dahulu sangat hebat. Masa kerajaan yang amat sangat berjaya, menguasi perarairan strategis, peninggalan budaya yang kuat hingga dapat bertahan hingga berababd-abada setelahnya. Teknoogi dan filsofi yang sangat maju. Lihat saja pranata mangsa — sistem penanggalan untuk mengetahui waktu bertani dan melaut berdasarkan rasi bintang, lihat saja budaya aksara, dan filosofi di baliknya seperti huruf hanacaraka di jogja, aksara sunda, dan lain sbegainya. Pakaian, rumah, hingga makanan. Selalu ada arti dan filosofi di baliknya.


Dan perihal yang saya alami sekarang. Dengan jilbab sangat kontras sekali dengan lingkungan saya bergaul di sini. Toh saya tetap merasa secara fasilitas dna prosedur di berlakukan secra sama, equal.

dan saya tidak ingin mengakhiri ini dengan kesimpulan bahwa semua masalah solusinya adalah tergantung orangnya masing-masing. Tidak untuk menafikkan arti yang sebenarnya, tapi saya punya keyakinana sendiri. Bahwa kita bangsa Indonesia harus bangga terhadap negeri ini. Kita adalah manusia yang merdeka. Merdeka dari segala bentuk penjajahan, terutama penjajahan pikiran yang kita ciptakan sendiri. Akhiri peperangan yang ada di pikiran kita. Akhri rasa minder hanya karena kita warga negara Indonesia dengan segala kemelutnya. Masing-masing dari kita juga harus paham, bahwa darah para pejuang mengalir deras di dalam tubuh kita. Kemalasan yang ada dalam kita bukan karena pikiran yang kita ciptakan. Bukan pula kutukan.


Lalu apa solusi dari rasa malas? solusinya gampang, tapi mungkin akan membuat dahi mengernit.

Just do it. Jangan pikir-pikir. Karena pikiran aja kadang menghianati kita. Libatkan hati nurani. Bila di rasa melakukan hal itu benar maka lakukan, kerjakan. Jangan berpikir, jangan menunggu orang lain melakukan apa yang bisa kita lakukan. Jangan membuat hal simple menjadi rumit. Dan hal rumit makin ribet. just do it, don’t think!


ambil kesempatan itu, say yes. Kita belajar sepanjang hayat. Seperti menaiki sepeda, maka kita harus terus bergerak, bila berhenti maka kita akan jatuh. jangan percaya pada keadaan. Apalagi berpangku tangan pada kinerja pemerintah untuk suatu hal yang dapat kita lakukan sendiri dan itu menyangkut kehidupan kita. Trust is good, but control is better.


Inlander

Jangan mati karea malas. atau cuman sibuk berangan-angan ya.

Belanda mati karena pangkat, Cina mati karena kekayaan, Keling mati karena makanan, Melayu mati dalam angan-angan.

23.22 waktu Bangkok.

 
 
 

Comments


Post: Blog2_Post

©2019 by alfiyatullaeli. Proudly created with Wix.com

bottom of page