top of page

Parlemen Jalanan untuk Senayan

  • Writer: al
    al
  • Sep 23, 2019
  • 4 min read

Updated: Feb 10, 2020


Demonstrasi tahun 1998

Kalau kemanusiaan tersinggung, semua orang berperasaan dan berpikiran waras ikut tersinggung, kecuali orang gila dan orang yang berjiwa kriminil, biar pun dia sarjana ~ Pram dalam “Bumi Manusia”

Indonesia kini sedang dirundung duka secara turut berurutan. Eyang Habibie, Presiden ke-3 yang paling di cintai oleh bangsa pun kuburannya belum kering betul. Lalu ada penetapan pimpinan KPK yang penuh kontroversial itu. Sistem kebut agenda penetapan Undang-Undang Revisi KPK yang memvonis mati amanat reformasi. Kemudian menyusul penetapan RUKHP yang lebih galak kepada orang miskin daripada koruptor. Bahkan ada keringanan pembebasan bersyarat bagi para napi koruptor. Dan semua prahara ini diiringi oleh kabut asap yang ada di Riau, jambi, dan kalimantan yang sampai saat ini tak kunjung padam, sirine merah dan tanda gawat darurat menyuruh manusia siapa saja untuk meninggalkan kota itu secepatnya. Juga jauh di timur sana diskriminasi terhadap warga papua terus terjadi.


Jagat media tentu ribut seributnya. banyak yang geram, banyak aktivis yang turun ke jalan, akademisi sudah mendeklarasikan diri mengecam, dan menandatangani petisi. Tapi pemerintah dan DPR agaknya memang terlalu suci untuk disalahkan. Atau usaha kita yang kurang nakal untuk menyadarkan pemangku kebijakan itu, yang di gaji sangat cukup dari APBN, yang diberi tunjangan istimewa, yang di jamin sejahtera hingga masa pensiunnya untuk melakukan tugasnya, bukan untuk saling lempar tanggung jawab apalagi berperilaku dungu berpura-pura tidak tahu menahu.

Terlalu banyak yang di laporkan dalam paragraf awal. Di tulis di negara yang jauh dari hiruk pikuk yang sedang terjadi di Indonesia sana . Toh hanya hati nurani saya sebagai rakyat yang tercabik-cabik, sakit hati, dan geram. Atas perlakuan yang ada di senayan dan aksi pencintraan tanpa benar-benar menghentika segala kerundungan malang ini. 


Sudah banyak saya melihat berita di negeri sendiri, meme-meme satire, juga kabar tentang demo pesanan untuk mendukung RUU revisi KPK tempo hari itu. Yang menggunakan jas almamater warna-warni, tanpa logo. Yang pembagian jas almamater dan atribut posternya di pasar senen itu. Yang setelah selesai jas warna-warninya di bundel lagi jadi satu, barangkli untuk menyusup di demo pesanan berikutnya. Entah mencomot preman pasar mana, yang pasti wajah para demo pesanan itu sangat ketara. Saat di tanya wartawan bicaranya terbata-bata, dan ada yang bermuka seperti bapak-bapak beranak 3 atau mungkin 4. Semakin lucu negeri demokrasi ini ya.


Bukti nyata para oknum pejabat yang menghalalkan segala cara untuk mempermulus aksi bejatnya merampok negeri. Di jagat maya banyak juga yang akhirnya tersadar bahwa negeri ini tidak baik-baik saja. patut di syukuri, berkat pencerdasan dan poster-poster satire bahwa yang sadar bukan hanya mereka saja yang di cap aktivis yang kebanyakan diskusi melulu. Bahkan saya kira yang introvert pun banyak yang ingin melakukan sesuatu untuk negeri ini tapi tidak tahu caranya, harus bagaimana, dan apakah itu kongkrit dan bisa membuahkan hasil atau tidak. Paling tidak millenial sekarang jauh lebih kitis dengan banjirnya arus informasi tersebut. 


Bagaimana tidak? ini benar-benar masa berkabung. DPR seakan berubah jadi mahasiswa yang sedang mengerjakan laporan praktikum— kejar deadline. Banyak RUU ngawur yang di kebut. bukan di kebut untuk memperbaiki tapi untuk sekadar di sahkan. Meski masih banyak yang ngwur itu. Meski sudah banyak yang berteriak mengingatkan kalo itu ngawur. Lalu bencana karhutla, yang di jagat media kemarin rakyat riau membuat tagar #Riaudibakarbukanterbakar. Aktivis sudah turun ke jalan, akademisi sudah melakukan tugasnya untuk mendeklarasikan diri mengecam, dan menandatangani petisi, tapi rakyat masih banyak yang geram dan ingin berbuat sesuatu karena seakan pemerintah dan wakil rakyatnya sendiri terlalu suci untuk di salahkan.


Untuk jaman ini, perlukah meniru negara maju di barat kita itu? Hongkong. yang demonya seperti sepur tak ada habis-habisnya. Sudah menyalip sejarah lamanya dengan demo paling lama 77 hari itu. Yang kini sudah lebih dari 100 hari. Yang sampai lebih dari 1 juta penduduknya terlibat. Yang pernah membuat lumpuh bandara International paling sibuk dan pentingnya di dunia itu. Yang segala cara di lakukan oleh pemudanya. Dari yang kreatif, inovatif, membuat geli hingga tak jarang ada yang ngeri.

Awal mula demo paling panjang dalam sejarah kali ini — yang bahkan sampai tulisan ini di buat demo masih berlangsung di Hongkong sana. Adalah wanita hamil yang di bunuh pacarnya di Taiwan, Pasangan tersebut adalah warga hongkong yang sedang berlibur di Taiwan. maka pemerintah Hongkong berinisiatif untuk membuat RUU ekstradisi agar pembunuh tersebut dapat di bawa pulang dan di adili. Bagaimanapun juga kejadiannya ada di luar negeri sehingga perlu peraturan khusus untuk mengadili kasus itu. Itu versi dari pemerintah.


Lain pula dengan versi warganya, mereka menolak keras adanya RUU ekstradisi tersebut karena di khawatirkan dapat mengancam kebebasan Hongkong sendiri. RUU tersebut dianggap membuat orang-orang di kota itu dikirim ke Cina daratan guna diadili di pengadilan yang dikendalikan oleh Partai Komunis. Dentimannya; Bagi orang china Hongkong adalah China. Dan bagi rakyat Hongkong dan Taiwan sendiri, mereka sama sekali bukan China. itulah.



Demo di Bandara Internasional Hong Kong yang mngakibatkan lumpuh total


Singkat cerita sekarang, RUU ekstrdisi itu berhasil di gagalkan. Mulanya hanya di tunda, namun melihat massa yang terus berdemo kini RUU itu sudah di buang jauh-jauh, di anggap tidak pernah dibahas. Tapi demo masih terus ada, bahkan memecah rekor baru. Tentu tuntutannya kini pun sudah menjalar ke yang lain-lain. Kemerdekaan seutuhnya.


Kembali lagi sekarang kepada negeri kita tercinta. mau seperti apa jika kita hanya diam. Tapi Indonesia kan bukan Hongkong. Yang jelas, Indonesia juga sedang tidak baik-baik saja.


k;Kulminasi permasalah di awal tulisan ini menciptakan gelombang emosi kemarahan di mana-mana, tidak hanya di ibukota saja. Hari ini puluhan ribu mahasiswa, akadem'aja bisa tumpah ruah, Indonesia pasti sudah sedmikian gawatnya.




Dan kulminasi emosi ini memang sedemikian hebatnya. Puluhan ribu manusia sudah memulainya di Jogja, akan beresonansi di Bandung. Menjalar ke Semarang, Surabaya, Sumatra, Kalimantan, hingga Papua. Dan esok akan meladak di Jakarta.


Indonesia menghadirkan parlemen jalanan untuk Senayan.



Bangkok, 23 September 2019.

 
 
 

Comentarios


Post: Blog2_Post

©2019 by alfiyatullaeli. Proudly created with Wix.com

bottom of page